Monday, June 30, 2025

Weh, Ada Mi Daging Dibuat di Lab, Bukan dari Sapi! Siap Ki' Coba?


Kodong, kalau kita bicara soal makanan di Makassar, pasti tidak jauh-jauh dari yang namanya daging. Bayangkan mi semangkuk Coto Makassar panas dengan irisan daging tebal dan buras hangat. Atau mungkin sepiring Konro Bakar yang bumbunya meresap sampai ke tulang. Deh, mantap sekali! Daging sudah jadi bagian dari budaya dan selera kita.

Tapi bagaimana kalau saya bilang, daging untuk Coto atau Konro kita di masa depan mungkin tidak lagi berasal dari sapi yang dipotong di pejagalan? Bagaimana kalau daging itu "ditanam" atau "dibudidayakan" di dalam sebuah gedung bersih yang lebih mirip laboratorium daripada peternakan?

Gila kedengarannya, toh? Tapi ini bukan lagi cerita fiksi ilmiah, Bosku. Ini adalah revolusi pangan yang sedang terjadi sekarang, namanya cultivated meat atau daging budidaya. Mari kita selami lebih dalam, apa bagusnya, apa tantangannya, dan yang paling penting, apakah kita di Makassar siap untuk menyambutnya?

Apa Itu Sebenarnya Daging Lab? Bukan Tempe, Bukan Juga Daging Palsu.

Pertama-tama, kita luruskan dulu. Waktu dengar kata "laboratorium", mungkin yang terbayang di kepala ta' itu bahan kimia aneh atau makanan "Frankenstein". Tenang, bukan begitu konsepnya.

Coba bayangkan ki' proses menyetek tanaman. Kita ambil sedikit bagian dari tanaman induk, kita tanam di media yang subur, kita siram dan beri pupuk, lalu dia tumbuh jadi tanaman baru yang utuh. Nah, prinsip daging lab ini mirip sekali.

  1. "Dicolek" Sedikit: Para ilmuwan mengambil sedikit sampel sel dari hewan (misalnya sapi, ayam, atau ikan) lewat proses biopsi yang tidak menyakitkan hewannya. Cuma secuil kecil sekali.
  2. Diberi "Sup Gizi": Sel-sel ini kemudian dimasukkan ke dalam sebuah wadah besar bernama bioreaktor. Di dalamnya, sel-sel ini diberi "makanan" super lengkap—semacam "sup gizi" yang isinya protein, gula, vitamin, dan mineral. Semua yang dibutuhkan sel untuk tumbuh dan berkembang biak.
  3. Tumbuh Jadi Daging: Dengan nutrisi yang pas dan lingkungan yang terkontrol, sel-sel itu akan membelah diri dan terus berkembang biak, dari jutaan jadi miliaran. Lama-kelamaan, mereka akan membentuk jaringan otot dan lemak, persis seperti yang terjadi di tubuh hewan. Jadilah dia, daging asli.

Jadi penting untuk dicatat: ini bukan daging tiruan dari sayuran seperti veggie burger. Ini adalah 100% daging hewan asli secara biologis, hanya saja proses tumbuhnya di luar tubuh hewan. Rasanya, teksturnya, dan kandungan gizinya pun didesain untuk sama persis.

Kenapa Mesti Repot-Repot Bikin Daging Beginian?

Ini pertanyaan paling penting. Untuk apa ada inovasi ini kalau kita sudah punya peternakan dari dulu? Ternyata, ada beberapa alasan besar di baliknya.

  1. Bumi Kita Sudah Kewalahan, Bos.
    Peternakan tradisional, terutama sapi, punya dampak lingkungan yang sangat besar. Pertama, butuh lahan yang sangat luas untuk beternak dan menanam pakannya, yang seringkali jadi penyebab penebangan hutan. Kedua, sapi butuh air minum yang luar biasa banyak. Ketiga, dan ini yang paling sering dibahas, adalah emisi gas metana. Gampangnya begini: sendawa dan kentutnya sapi itu menghasilkan gas metana, yang daya rusaknya untuk pemanasan global puluhan kali lebih kuat dari karbon dioksida. Daging lab bisa memangkas semua masalah ini secara drastis—ada yang bilang bisa mengurangi penggunaan lahan hingga 99% dan emisi gas rumah kaca hingga 96%.
  2. Selamat Tinggal Kandang Sempit dan Antibiotik.
    Dengan daging budidaya, tidak ada lagi hewan yang perlu hidup berdesak-desakan di kandang atau disuntik antibiotik terus-menerus untuk mencegah penyakit. Produksinya dilakukan di lingkungan steril, jadi risikonya terhadap penyakit seperti flu burung, E. coli, atau salmonella bisa ditekan habis. Ini juga berarti daging yang kita makan bebas dari residu hormon dan antibiotik.
  3. Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare).
    Bagi sebagian orang, aspek ini sangat penting. Tidak ada lagi hewan yang harus dipotong untuk diambil dagingnya. Satu kali proses "colek" sel dari seekor sapi bisa menghasilkan daging yang setara dengan ribuan sapi tanpa harus menyakiti satu pun lagi.

Tantangannya: Kenapa Belum Ada Dijual di Pasar Terong?
Kalau memang sebagus itu, kenapa belum ada yang jual di pasar-pasar? Nah, tentu ada tantangan besar yang harus diatasi.

  1. Harga Masih Selangit: Dulu, waktu pertama kali dibuat tahun 2013, harga satu burger daging lab itu miliaran rupiah! Sekarang harganya sudah turun drastis, tapi tetap saja masih jauh lebih mahal daripada daging konvensional. Biaya untuk membuat "sup gizi" super lengkap itu masih jadi tantangan utama.
  2. Meningkatkan Skala Produksi: Membuat beberapa kilogram daging di lab itu satu hal. Memproduksi jutaan ton untuk memenuhi kebutuhan seluruh dunia itu hal lain. Butuh bioreaktor raksasa dan infrastruktur yang belum ada saat ini.
  3. Izin dari Pemerintah: Ini makanan baru, jadi harus melewati proses pengujian keamanan yang sangat ketat dari badan regulasi pangan, kalau di Indonesia ya BPOM. Sampai saat ini, baru segelintir negara seperti Singapura dan Amerika Serikat yang sudah memberi lampu hijau untuk penjualannya.
  4. Faktor "Iiiih...": Siapa yang Mau Makan?
    Ini mungkin tantangan terbesar. Bagaimana meyakinkan kita semua, yang sudah terbiasa dengan daging dari hewan potong, untuk mau mencoba daging dari laboratorium? Pasti ada faktor psikologis, keraguan, bahkan mungkin rasa "jijik" bagi sebagian orang. Butuh edukasi dan waktu yang panjang agar masyarakat bisa menerima.

Jadi, Bagaimana Nasib Coto Makassar Kita?

Revolusi daging lab ini tidak akan terjadi dalam semalam. Mungkin tidak akan menggantikan peternakan tradisional sepenuhnya dalam waktu dekat. Tapi, ini membuka sebuah pintu ke masa depan pangan yang baru. Sebuah masa depan di mana kita punya lebih banyak pilihan di meja makan.

Mungkin 20 tahun dari sekarang, saat kita memesan Konro, pelayannya akan bertanya, "Mau daging sapi biasa atau daging budidaya, Kak?" Siapa tahu?

Pertanyaan terakhir untuk kita semua renungkan sambil menyeruput kopi: Kalau besok ada warung di Makassar yang jual Pallubasa pakai daging hasil budidaya, berani ki' coba?

Jawab di kolom komentar nah, Bosku.

No comments:

Popular Posts